Jumat, 29 Januari 2010

Kode Bank-Bank Indonesia

Dibawah ini adalah kode bank-bank yang ada di indonesia, semoga membantu anda menemukan kode bank yang anda cari.
No. Nama Bank Kode
1 BNI 009
2 Bank Mandiri 008
3 Bank BRI 002
4 Bank Danamon 011
5 Bank Niaga 022
6 Bank Permata 013
7 Bank Mega 426
8 Bank Bukopin 441
9 Bank Muamalat Indonesia 147
10 Bank NISP 028
11 Bank Mayapada 097
12 Bank Syariah Mandiri 451
13 Bank Syariah Mega Indonesia 506
14 Bank Arta Niaga Kencana 020
15 Bank Buana Indonesia 023
16 ABN AMRO Bank 052
17 Lippobank 026
18 Bank Ganesha 161
19 Bank Mayora 553
20 Bank International Indonesia 016
21 Bank Bumiputera 485
22 Bank Nusantara Parahyangan 145
23 Bank Mestika 151
24 Bank IFI 093
25 Bank Panin 019
26 Bank Commonwealth 950
27 Bank Agroniaga 494
28 Bank HS 1906 212
29 Bank Eksekutif 558
30 Bank Artos Indonesia 542
31 Bank Swadesi 146
32 Standard Chartered Bank 050
33 BPD Lampung 121
34 BPD DIY 112
35 Bank Sulut 127
36 Bank BPD Jambi 115
37 Bank Riau 119
38 BPD Bali 129
39 Bank BPD Kaltim 124
40 Bank Jatim 114
41 Bank Nagari 118
42 BPD Aceh 116
43 Bank Papua 132
44 BPD Kalsel 122
45 Bank DKI 111
46 Bank Ina Perdana 513
47 Bank Sumut 117
48 Bank Maluku 131
49 Bank BPD Sulsel 126
50 Bank NTT 130
51 Bank BPD NTB 128
52 Bank Jabar 110
53 BPD Kalteng 125
54 Bank BPD Sultra 135
55 Bank Bengkulu 133

Selasa, 26 Januari 2010

Perbandingan risiko didalam berinvestasi

1. Investasi didalam Business

laba : high
risiko : high
modal : high

Business Invest Tool

2. Investasi Saham atau Stock market

laba : high
risiko : high
modal : low

Contoh Investasi dalam StockL BEJ dll.


3. Investasi dengan Internet.

laba : high
risiko : low
modal : low

Contoh Internet Marketing, online business dll.

4. Invest Tool property.

laba : high
risiko : low
modal : high

Contoh jual beli rumah.

Jadi dimana kita investasi selain tergantung pada kemampuan kita juga kebranian kita menanggung risiko. Dari perbandingan diatas online termasuk yg paling menguntungkan.

The 20 Golden Rules of Investment

Investing your own money is a complicated and potentially dangerous business. One slip in the tricky world of stocks and shares can prove very costly. So Times Money offers a guide on how to survive and profit in the investment jungle.

1) Buy low; sell high.

2) Don’t chase performance. If you like a stock or fund, buy on the dips.

3) Run your winners. In other words let your profts roll up and don't be in too much of a hurry to kiss goodbye to your best-performing investments.

4) Cut your losses before they become excessive.

5) Never get too attached to a share or a fund. As the late Sir John Harvey Jones once said: “You sometimes have to kill your favourite children.”

6) In general, think long-term. As Warren Buffett, the great US investor once said: “Never buy a stock unless you would be happy with it if the stock exchange closed down for the next 10 years.”

7) But don’t let that stop you reviewing your portfolio regularly. You need to check that your portfolio is properly balanced.

8) Reinvest your dividends. The power of compounding your reinvested share or fund dividends makes a massive difference to your overall return.

9) Don’t put all your eggs in one basket. If you had had all your money in tech stocks in March 2000 you would probably have had about 90 per cent of the value of your portfolio wiped out over the next couple of years.

10) Although it makes sense to hold shares for the long term you don’t necessarily want to hold them forever. In the end shares are for buying and selling not for buying and forgetting about.

11) To that end make sure you spend as much time thinking about selling shares as you do about buying them. Most investors neglect this vital discipline.

12) Make sensible use of tax-privileged investment vehicles such as pensions and Individual Savings Accounts (Isas) but never let the tax tail wag the investment dog.

13) If you don’t understand how a particular investment works it’s probably not a good idea to put money into it.

14) Don’t be afraid to ask the ‘what if’ question. In the late 1990s many investors bought supposedly ‘low risk’ savings products linked to the performance of the stock market. Few asked what would happen if the stock market fell off a cliff, as it did from 2000 onwards, slashing the value of the so-called ‘precipice bonds’.

15) Be flexible and don’t back yourself into a corner. If you bought a stock for 500p and it’s now languising at 50p, don’t stubbornly hold on to it indefinitely in the misguided belief that it’s bound to recover to 500p - it may never do so.

16) Don’t be afraid to go against the crowd - some of the most successful investors have been contrarian investors.

17) Never be influenced by ‘special offers’ such as the discounts sometimes advertised by fund groups for purchasing funds within a specific time. It’s much better to buy the right fund than to get a few pounds knocked off the purchase price of the wrong fund.

18) Ignore all stock market ‘tips’, whether offered in the workplace or at the nineteenth hole of the local golf course. Remember the old stock market adage that “where there’s a tip there’s a tap”.

19) Never get too carried away by investment euphoria, whether for stocks and shares or bricks and mortar - nothing goes up for ever.

20) Remember that if something looks too good to be true - it probably is.

Hukum Menggunakan Kartu Kredit dalam Islam


Mayoritas ulama menyatakan bahwa syarat yang tidak sesuai dengan syariat yang terjadi dalam sebuah transaksi, akan merusak transaksi dan pelakunya berdosa


Di dunia modern seperti ini, banyak kaum muslimin yang menggunakan kartu kredit di dalam melakukan transaksi jual beli. Kartu tersebut dirasa lebih efesien, aman, dan praktis dibanding kalau membawa uang tunai kemana-mana. Bagaimana hukum menggunakan kartu kredit tersebut? Sebagian kalangan menyatakan haram karena di dalam kartu tersebut terdapat unsur riba. Namun, sebagian yang lain mengatakan sebaliknya, bahwa kartu kredit tersebut halal secara mutlak dan tidak ada unsur riba. Bagaimana sebenarnya ?



Jawaban:

Oleh Dr. Ahmad Zain An-Najah, M.A

Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan di sini bahwa dalam kartu kredit ini terdapat tiga transaksi:

Pertama: Transaksi antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit dengan pengguna kartu kredit. Transaksi antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit (dalam hal ini adalah perbankan) dan pihak yang menggunakannya (yaitu nasabah) adalah transaksi kafalah (jaminan). Dalam hal ini perbankan bertindak sebagai kafil (pihak penjamin), sedang pengguna kartu sebagai pihak yang terjamin, sedangkan kartu kredit itu sendiri adalah bukti dari kafalah.

Pihak penjamin berkewajiban membayar seluruh hutang-hutang pengguna dalam setiap transaksinya dengan para pedagang yang telah ditunjuk oleh pihak penjamin. Transaksi ini oleh para fuqaha disebut dengan “ dhoman ma lam yajib“ (jaminan pada sesuatu yang bukan kewajibannya), dan hal ini dibolehkan oleh mayoritas ulama, adapun ulama-ulama Syafi’iyah tidak membolehkannya.

Hanya saja, transaksi kafalah dalam bentuk ini menyisakan beberapa masalah, di antaranya bahwa transaksi kafalah di dalam syariat Islam tidak berorientasi kepada profit, tetapi hanya bantuan belaka. Sedang transaksi kafalah dalam kartu kredit bertujuan untuk mendapatkan keuntungan di balik bantuan yang diberikan kepada para pengguna kartu.

Hukum Membership Fee

Untuk memiliki kartu kredit, seseorang harus menjadi anggota dan membayar sejumlah uang pembuatan kartu. Begitu juga dia harus membayar uang untuk memperbaharui kartu tersebut tiap tahun, jika dia ingin meneruskan penggunaan kartu tersebut.

Bagaimana hukum membership fee tersebut menurut fikih? Para ulama menjelaskan bahwa uang dari jasa pembuatan kartu kredit tersebut adalah boleh, selama biayanya masih dalam batas kewajaran, karena hal itu termasuk dalam katagori upah pembuatan kartu. Hal ini dikuatkan dengan ketentuan bahwa semua pengguna kartu tersebut dipungut biaya yang sama, baik dia menggunakan kartu kredit tersebut untuk membeli barang yang sangat banyak, maupun sedikit, bahkan bagi yang tidak menggunakannya sama sekali. Semuanya dikenakan biaya yang sama.


Telat Pembayaran

Para pengguna kartu sebagai pihak yang terjamin berkewajiban membayar hutang–hutangnya kepada pihak yang menjamin. Pembayaran hutang ini tentunya sesuai dengan nilai barang yang dia beli dari pedagang atau jasa yang ia manfaatkan darinya. Seandainya pihak penjamin meminta lebih dari itu atau mensyaratkan imbalan jasa dari jaminan yang diberikannya, maka tambahan atau imbalan jasa tersebut termasuk dalam katagori riba. Begitu juga, jika pihak penjamin memberlakukan ketentuan bunga kepada pihak pengguna kartu jika pelunasan hutang kepadanya lewat jatuh tempo atau menunggak. Ini semua tidak dibolehkan.

Bagaimana jika pengguna kartu meyakini karena melihat kondisi finansial dan ekonominya, mampu membayar tepat waktu kepada pihak penjamin sehingga tidak akan terkena denda atas keterlambatan membayar hutang? Mayoritas ulama menyatakan bahwa syarat yang tidak sesuai dengan syariat yang terjadi dalam sebuah transaksi, maka akan merusak transaksi itu sendiri dan pelakunya berdosa. Sedang madzhab Hanabilah menyatakan bahwa syarat yang menyelisihi syariat tersebut tidak mempengaruhi keabsyahaan transaksi, dan syarat tersebut dengan sendirinya batal. Oleh karenanya, menurut madzhab ini pengguna kartu yang membayar hutangnya kepada penjamin tepat pada waktunya tidak terkena riba dan ini dibolehkan.

Kedua: Transaksi antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit dengan para pedagang.

Pihak yang mengeluarkan kartu berkewajiban untuk membayar hutang yang ditanggung pihak pengguna kepada para pedagang tersebut. Hutang tersebut bisa dipindahkan dari pihak pengguna kartu kepada pihak yang mengeluarkan kartu melalui transaksi hiwalah. Jadi, para pedagang tidak boleh lagi meminta bayaran kepada para pembeli yag merupakan pihak pengguna kartu atau pihak yang dijamin, karena hutang mereka sudah dipindahkan ke pihak yang mengeluarkan kartu. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “ az-Za’im Gharim” artinya; orang yang menjamin adalah pihak yang berhutang (karena jaminan tersebut).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ).


Keuntungan Pihak Penjamin


Pihak penjamin, yaitu yang mengeluarkan kartu akan mendapat keuntungan dari pihak pedagang dalam bentuk diskon harga barang-barang yang telah dibeli oleh pihak pengguna kartu. Artinya pihak penjamin tidak membayar penuh dari jumlah harga yang telah dibeli oleh pengguna kartu atau dalam rekening pembayaran. Bagaimana hukum mengambil keuntungan dengan cara seperti ini? Sebagian ulama membolehkan transaksi semacam ini dengan mengemukakan beberapa alasan:

1. Keuntungan tersebut adalah biaya administrasi atau upah dari jasa pengambilan uang dari para nasabah (para pengguna kartu), dan ini dibolehkan.

2. Keuntungan tersebut adalah upah dari jasa pihak penjamin, karena membuat iklan dan pesan-pesan terhadap barang-barang yang dijual pedagang.

3. Keuntungan tersebut adalah upah dari jasa pihak penjamin, karena telah membantu pedagang untuk mencarikan pelanggan, yang dalam istilah fikih disebut samsarah atau mediator atau broker.

Yang menjadi masalah dalam transaksi ini adalah bahwa hubungan antara pihak yang mengeluarkan kartu (penjamin) dengan pihak pedagang adalah hubungan kafalah di dalam membayar hutang-hutang pihak pengguna kartu (yang dijamin) kepada pedagang. Tetapi di dalam satu waktu, ketika pihak penjamin mendapat keuntungan dari pedagang berupa diskon harga, maka hubungan antara keduanya berubah menjadi transaksi ijarah, atau mediator.

Ketiga: Transaksi antara para pengguna kartu dengan para pedagang

Transaksi antara para pengguna kartu dengan para pedagang mempunyai dua bentuk:


Transaksi jual beli, hal ini terjadi jika pembawa kartu tersebut membeli barang-barang dari pedagang.
Transaksi ijarah (sewaan), hal ini jika pembawa kartu memanfaatkan sesuatu dari pedagang.

Kedua transaksi tersebut sah dan diizinkan dalam syariat Islam.


Kesimpulan


Dari keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa menggunakan kartu kredit di dalam transaksi jual beli hukumnya diperinci terlebih dahulu:

Jika pihak penjamin tidak mensyaratkan denda dari keterlambatan pembayaran hutang dari pihak yang dijamin, maka hukumnya boleh. Sebaliknya, jika disyaratkan seperti itu, maka hukumnya tidak boleh, kecuali jika pihak pengguna kartu berkeyakinan penuh bahwa dia bisa melunasi hutang tersebut tepat pada waktunya, maka hal ini dibolehkan menurut sebagian ulama.

Bagi pihak pembuat kartu (penjamin) dibolehkan memungut biaya pembuatan kartu dari pihak pengguna dalam batas-batas kewajaran. Begitu juga, pihak penjamin atau pembuat kartu dibolehkan mendapatkan keuntungan dari penjual berupa discount harga-harga yang dibeli oleh pengguna kartu, karena telah mempromosikan barang-barangnya kepada konsumen, atau karena telah membantu pedagang mencarikan pelanggan atau karena telah membantu untuk mengambil hutang-hutang dari pengguna kartu.

Walaupun begitu, dianjurkan seorang muslim untuk berhati-hati sekali menggunakan kartu dalam transaksi semacam ini. Jika tidak mendesak, sebaiknya ditinggalkan. Wallahu A’lam. [www.hidayatullah.com]