Hampir setiap hari saya -seperti halnya Anda- mendapat telepon dari berbagai Bank yang menawarkan kredit tanpa agunan. Produk ini punya nama macam-macam, ada yang menggunakan nama generik seperti Kredit Tanpa Agunan (KTA) atau Kredit Instan Tanpa Agunan (KITA), ada juga juga yang menggunakan nama yang lebih trendy, sepertiPersonal Loan atau Loan on Phone
.Meski punya banyak nama, produk ini tetap sama, yaitu kredit multi guna yang bebas agunan. Pemberian kredit semata bersandar pada credit scoring berdasarkan perhitungan debt burden ratio yang didukung pengecekan ekternal, baik berupa keabsahan identitas dan domisili maupun rekam jejak calon debitur selama berhubungan dengan bank. Baik melalui BI checking maupun pengecekan pada daftar hitam penerbit kartu kredit seperti Visa atau Mastercard.
Pada dasarnya, KTA ini punya banyak sekali peminat. Maklum, selain syaratnya mudah, juga karena selalu dibumbui janji-janji proses yang cepat. Namun, banyak yang tidak sadar, betapapun mudahnya pinjaman ini, ada harga yang harus dibayar, yakni tingginya suku bunga yang dikenakan pada debitur.
Mengapa mesti tinggi? Jawabnya mudah, risiko kredit seperti ini sangat tinggi. Dalam istilah perbankan, kredit seperti ini di sebut clean loan. Clean artinya bank tak punya jaminan apa-apa selain reputasi si debitur. Jika debitur default atau gagal bayar, maka bank tak punya second way out berupa jaminan seperti kredit secara umum. Tingginya risiko inilah yang dicadangkan bank dengan memasukkannya ke dalam pricing, yaitu suku bunga yang dibebankan ke debitur.
Karena tingginya suku bunga, maka kredit model ini biasanya kurang laku bagi orang-orang yang tidak dalam kondisi kesulitan. Sebaliknya, kredit model ini sangat membantu bagi mereka yang sedang desperate untuk mendapatkan uang karena adanya kebutuhan yang mendesak. Karena tingkat suku bunga ini juga, saya tidak merekomendasikan kepada mereka yang ingin ambil kredit karena sekedar ingin membeli sesuatu yang tidak penting, misalnya sekedar mau beligadget keluaran terbaru. Hasrat konsumtif hanya akan membuat diri kita dalam kesulitan kelak kemudian hari.
Apabila kita memutuskan untuk mengambil kredit ini, perlu diingat bahwa kita harus memiliki kejelasan tentang sumber pembayarannya. Misalnya, kita bisa menyisihkan dari pendapatan bulanan. Jika kita sudah menghitung dan cicilan tersebut tidak sampai mengganggu cash flow bulanan dan kehidupan sehari-hari, maka boleh-boleh saja mengambil kredit ini.
Kenyataannya, banyak orang yang tergiur mengambil kredit ini semata karena tergoda mudahnya proses mendapatkan kredit dan lupa akan kemampuan. Hasilnya adalah kesulitan yang dihadapi. Apalagi ada juga sebagian orang yang memang punya itikad tidak baik sejak awal, alias sengaja mau ngemplang demi penampilan dan life style yang up do date.
Nah, karena bank tak punya jalan keluar lain selain cicilan debitur, maka setiap ada indikasi ke arah gagal bayar, misalnya keterlambatan, bank akan cepat bertindak untuk menagih, biasanya melalui pihak ketiga yang ditunjuk. Pihak ketiga ini sering kita kenal sebagai debt collector. Karena debt collector ini bukan karyawan bank yang bersangkutan dan biasanya memiliki latar belakang pendidikan yang tidak begitu tinggi, maka cara-cara yang dipakai atau bahasa yang digunakan dalam menagih hutang menjadi kasar dan terkesan tidak sopan. Akibatnya banyak keluhan mengenai debt collector yang sering dianggap tak punya manner dalam bekerja.
Sekarang semua terserah kita. Apakah kita mau diumpat dan dimaki oleh debt collector? Jika tidak, maka hati-hatilah. KTA itu akronim dari Kredit Tanpa Agunan, jangan diubah menjadi Kredit Tanpa Angsuran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar